Cahaya

 Pernahkah kegelapan menyelimutimu?

Tak ada terang yang menjadi penuntun

Semua terasa hampa juga semu


Hingga suatu masa datang sebuah cahaya

Memberi penerang di tengah gulana

Sinar hadir di kala senja


Kejernihan memancar, memberi rona bahagia

Menghilangkan segala dahaga

Itulah cahaya keabadian


---

Pict: Andreas Lischka pixabay.com

Komentar

  1. Iin Fauziah3 November 2021 pukul 06.16

    Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  2. Iin Fauziah3 November 2021 pukul 07.17

    Puisinya bagus mba 😀 dan membaca blogpost mba nitis, jadi muncul ide di kepala saya untuk memasukkan puisi sebagai alternatif ide tulisan di blog, krn kebetulan saya juga suka membuat puisi. 😀

    BalasHapus
  3. Juni3 November 2021 pukul 11.22

    keren puisinya kak.. jadi pengen belajar bikin puisi

    BalasHapus
  4. Cerita Rita | Tempat Cerita Apa Saja Tentang Kita3 November 2021 pukul 19.42

    Oow, ternyata ada yang suka nulis puisi juga ya, tapi aku belum pernah coba tulis di blog sih.

    BalasHapus
  5. Juwita4 November 2021 pukul 05.51

    Jiwa saya bergetar baca nya

    BalasHapus
  6. Dunia Kifa4 November 2021 pukul 06.52

    Puisi adalah pelarian perasaan yang tak perlu definisi 😃

    BalasHapus
  7. TipsMamakMedan4 November 2021 pukul 12.40

    Hanya penulisnya yang mengetahui maknanya..🤗

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nitis Sahpeni20 November 2021 pukul 17.17

      monggo dimaknakan mb.. BTW, kalau pake laptop nyari emoticon di mana, ya mb?

      Hapus
  8. Friska Julia4 November 2021 pukul 12.56

    Wah, puisinya bertema harapan ya, Mbak.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nitis Sahpeni20 November 2021 pukul 17.19

      iyaa mba, meski dalam kegelapan. yakin bahwa cahaya akan datang menyinari. asyik. hehehe

      Hapus
  9. Ishmah Nur Arofah4 November 2021 pukul 12.59

    Puisinya singkat tapi kok saya suka

    hehe

    pengen deh bisa bikin puisi kayak mbak Nitis

    BalasHapus
  10. Riyanty Ety4 November 2021 pukul 13.17

    Muantab say Ratu ne puisi beraksi. Lanjut, semangat dengan puisi-puisi lainnya. Artikel juga bisa, kenapa gak? Good job. Saya suka-saya suka. Ehya, udah tak masuke ke blogroll ku yo biar cepat Bw nya hehehe....

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nitis Sahpeni20 November 2021 pukul 17.20

      haiii cintah, piye carane liat blogroll. dimanakah itu. hahaha. mamak gagap ki. meraba-raba dalam gelap

      Hapus
  11. yatmie_tuge4 November 2021 pukul 14.25

    Puisi yang penuh makna...
    puisi bisa dijadikan tempat menyalurkan rasa hati ketika sesuatu itu sulit untuk di ucapkan.. 😊

    BalasHapus
  12. Esy Kanastari4 November 2021 pukul 20.17

    Puisinya bagus sekali. <3

    BalasHapus
  13. Jejak Pena Oemy Ikbar4 November 2021 pukul 21.54

    Kerren mba...duh saya mah angkat tangan kalau disuruh bikin puisi

    BalasHapus
  14. Nita 5 November 2021 pukul 05.16

    Puisi bisa jd obat gundah untuk penulisnya ... Kereeen mba ... Pandai merangkai kata puitis

    BalasHapus
  15. KenniApril6 November 2021 pukul 14.40

    Keren... Jadi ingin upload puisi juga di blog

    BalasHapus
  16. Widyaningsih6 November 2021 pukul 18.48

    Ini dia penulis serba bisa. Sukses selalu mbak

    BalasHapus
  17. Izzah aini6 November 2021 pukul 20.58

    Wah. Insight baru. Bahea puisi bisa juga jadi blogpost ya

    BalasHapus
  18. Ibun Rayya7 November 2021 pukul 00.36

    Puitis sekali 🤩

    Semangat terus ya mbak
    Sukses

    BalasHapus
  19. Ilma Hidayati P7 November 2021 pukul 10.48

    Singkat, padat, dalam maknanya. Keren kak...

    BalasHapus
  20. Kingkin B. Prasetijo7 November 2021 pukul 10.49

    Puitis nya keluar..joss Mbak..salut! Kadang kalau pas kumat, aku suka nulis puisi absurb.

    BalasHapus
  21. Lana Lusiana7 November 2021 pukul 18.22

    Saya lupa pernah begitu suka menulis puisi. Tapi setelah membaca puisi Mbak Nitis, entah kenapa saya ingin menulis lagi dengan sepenuh hati.
    Terima kasih sudah berbagi, Mbak.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Daebak! Beri Aku Cerita yang Tak Biasa Terbang ke AS

Gambar
dok: IIDN Rasanya geregetan saat jam sudah menunjuk angka 19.01, tetapi aku belum juga masuk ke room zoom padahal sepuluh menit sebelumnya sudah persiapan duduk manis di depan laptop. Ternyata si 'biru' sedang ngambek. Syukurlah, sepuluh menit kemudian aku sudah bisa mengikuti webinar "Menerbangkan Adikarya Nuswantara dalam Bingkai Cerita yang Tak Biasa" yang digelar oleh komunitas  Ibu-Ibu Doyan Nulis  (IIDN). Meskipun, sedikit terlambat karena Bu ketua sudah memaparkan materi. Webinar ini menarik minatku untuk mendaftar dengan cepat. Sejak pertama bergabung dengan komunitas  Ibu-Ibu Doyan Nulis  (IIDN) pada 2020 lalu, baru kali ini tidak mengikuti event antologinya. Muncul rasa menyesal, lo. Asli. Bagaimana tidak menyesal? Aku jadi ketinggalan event antologi yang membuat decak kagum siapa saja yang melihat. Ini dia alasannya. Sebuku dengan Novelis dan Produser Film Dua puluh delapan penulis yang tergabung dalam tim Elang Biru berkesempatan satu buku dengan novelis
Baca selengkapnya

Dialog dengan Hati

 Apakah kau sedang gulana? Tidak, aku hanya senang keheningan Cantikmu tidak seperti biasa Bukan, itu hanya gambaran Awan menggantung di sudut mata Seakan menyimpan ribuan tanya Kau mengerti apa? Semua yang telah tercipta telah kurasa Tak ada yang luput dari penglihatan-Nya Tak perlu risau atas segala kehendak-Nya Bukankah tugas kita menjalani takdir-Nya Aaah ... kau selalu mengerti Tetapi, jalan itu belum kulalui Mungkin nafsu selalu mengelilingi Tunggulah akan ada masa kumemahami Temani aku sampai nanti ----- Bojonegoro, 17 Oktober 2021
Baca selengkapnya

DIALOG NURA DAN RANI

Gambar
Puisi Oleh: Nitis Sahpeni   pict: desain by Canva Sebuah puisi persembahan kepada semua ibu di seluruh dunia untuk menyambut Hari Ibu 22 Desember 2021 Bu, kasihmu tidak pernah terhenti, meski sering kali berbalas duka. Bu, kasihmu selalu menyertai meski kini tiada lagi -----   Aku kesal dan marah! Semua yang kulakukan tidak pernah benar di hadapannya Aku terlahir hanya untuk menderita Belum kukecap manis dan indah kehidupan Kulihat kau tetap membisu Saat kukeluarkan semua sumpah serapah Sorot matamu seakan menghujam batinku Seolah ingin melumat habis tubuh yang ringkih   Setidaknya kau masih punya ibu Bisa menatap garis halus wajah tua itu Kau lihat aku? Yang tak mampu mengingat rupa ibu   Aku tak memiliki kenangan bersama Gambar pun aku tak punya Jangan kau buat sesal tiada guna Peluklah sang pemilik surga Selagi ia masih ada beri bakti dan kasih yang kau mampu Kau akan menyadari ketika ia tak lagi di sisi Ketika senyum menghilang, hanya tersisa r
Baca selengkapnya